Skip to main content

Revolusi Industri

Opened: Tuesday, 4 April 2023, 8:00 AM

Apa itu Revolusi Industri?


Revolusi industri adalah perubahan besar-besaran mengenai cara manusia dalam mengolah sumber daya untuk memproduksi barang dalam berbagai sektor bisnis sehingga berdampak pada kehidupan ekonomi, politik, bahkan sosial-budaya.

 

Latar Belakang

Revolusi industri pertama kali terjadi di negara Inggris, pada abad ke-18 yang ditandai dengan temuan mesin uap untuk alat tenun mekanis sehingga dapat meningkatkan jumlah produksi dalam industri tekstil. Lama kelamaan, penemuan ini digunakan oleh negara lain dan mereka pun mulai menemukan teknologi baru.

Adapun latar belakang yang menyebabkan berkembang pesatnya revolusi industri adalah sebagai berikut:

  • Inggris memiliki kekayaan alam berupa bijih besi, batu bara, kaolin, dan kekayaan hayati lain yang selalu mereka kembangkan dalam serangkaian proses produksi. Tak heran jika lambat laun banyak ditemukan teknologi baru.
  • Inggris memiliki banyak wilayah jajahan sehingga kekuasaannya luas.
  • Situasi politik yang relatif stabil dan adanya dukungan pemerintah secara hukum terhadap hasil-hasil temuan.
  • Adanya perlindungan hukum dari pemerintah terhadap temuan-temuan baru sehingga mendorong lebih banyak masyarakat untuk melakukan penelitian ilmiah.
  • Revolusi Agraria dan perkembangan IPTEK yang pesat.


Industri 1.0

Revolusi industri 1.0 (pertama) adalah yang paling sering dibicarakan, yaitu proses yang dimulai dengan ditemukannya lalu digunakannya mesin uap dalam proses produksi barang. Penemuan ini penting sekali, karena sebelum adanya mesin uap, manusia cuma bisa mengandalkan tenaga otot, tenaga air, dan tenaga angin untuk menggerakkan apapun. Dan masalahnya, tenaga otot amat terbatas. Misalnya, manusia, kuda, sapi dan tenaga-tenaga otot lainnya tidak mungkin bisa mengangkat barang yang amat berat, bahkan dengan bantuan katrol sekalipun. Butuh istirahat secara berkala untuk memulihkan tenaga tersebut, sehingga proses produksi kalau mau berjalan 24 jam sehari membutuhkan tenaga. Selain dengan otot, tenaga lain yang sering digunakan adalah tenaga air dan tenaga angin. Biasanya ini digunakan di penggilingan. Untuk memutar penggilingan yang begitu berat, seringkali manusia menggunakan kincir air atau kincir angin. Masalah utama dari dua tenaga ini adalah, manusia tak bisa menggunakannya di mana saja. Manusia cuma bisa menggunakannya di dekat air terjun dan di daerah yang berangin. Untuk tenaga angin, masalah tambahan adalah tenaga angin tak bisa diandalkan 24 jam sehari. Ada kalanya benar-benar tak ada angin yang bisa digunakan untuk memutar kincir. Masalah ini juga muncul ketika tenaga angin menjadi andalan transportasi internasional, yaitu transportasi laut. Sebagai gambaran, di era VOC, butuh waktu sekitar 6 bulan untuk kapal dari Belanda untuk mencapai Indonesia, lalu 6 bulan lagi untuk berlayar dari Indonesia ke Belanda. Artinya, kalau mau berlayar bolak balik Batavia-Amsterdam-Batavia, butuh waktu setahun! Maklum, terkadang ada kalanya benar-benar tak ada angin di laut, terkadang ada angin tetapi berlawanan dengan arah yang diinginkan. Penemuan mesin uap yang jauh lebih efisien dan murah dibandingkan mesin uap sebelumnya oleh James Watt di tahun 1776 mengubah semua itu. Kini tak ada lagi batasan waktu untuk menggerakkan mesin. Asal dipasang mesin uap rancangan James Watt ini, sebuah penggilingan bisa didirikan di mana saja, tak perlu dekat air terjun atau daerah berangin. Sebuah kapal bahkan bisa berlayar 24 jam, selama mesin uapnya dipasok dengan kayu atau batu bara. Ini berdampak langsung dalam waktu perjalanan dari Belanda ke Indonesia terpangkas jauh, hitungannya bukan setahun lagi, tapi jadi cuma sekitar 2 bulan. Ini yang jarang dibahas di buku-buku sejarah, yaitu mengenai revolusi industri memungkinkan bangsa Eropa mengirim kapal perang mereka ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang jauh lebih singkat. Tidak ada lagi cerita tentara-tentara Eropa kelelahan saat menyerang benteng milik Kerajaan Asia. Semua daerah yang bisa terjangkau oleh kapal laut, sudah pasti terjangkau oleh kekuatan imperialis Eropa. Negara-negara Imperialis di Eropa ini rame–rame ngegas menjajah kerajaan-kerajaan di Afrika dan Asia. Ingat, di akhir 1800an inilah Belanda akhirnya menaklukkan daerah-daerah terakhir di Indonesia seperti Aceh dan Bali, yang belum ditaklukkan.


Mesin Uap yang ditemukan oleh James Watt

Jadi, karena kini tenaga mesin tidak dibatasi oleh otot, angin, dan air terjun, terjadilah penghematan biaya dalam jumlah luar biasa di bidang produksi, transportasi, bahkan militer. Barang-barang yang diproduksi menjadi jauh lebih banyak, lebih murah, dan lebih mudah didapat. Uang yang semula dipakai untuk memproduksi dan membeli barang-barang mahal tersebut kini bisa dipakai untuk hal lain, sehingga barang-barang yang tak diproduksi menggunakan mesin uap pun menjadi jauh lebih laku. Revolusi industri 1.0 ini juga mengubah masyarakat dunia, dari masyarakat agraris di mana mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani, menjadi masyarakat industri. Intinya, kelangkaan tenaga yang semula mendominasi kesukaran manusia dalam berlayar, dalam memproduksi, mendadak lenyap. Tenaga tidak lagi dipasok cuma oleh otot, angin, dan air terjun, tapi juga oleh mesin uap yang jauh lebih kuat, lebih fleksibel, dan lebih awet. Terakhir, kelangkaan yang dikurangi adalah kelangkaan tenaga kerja. Semula begitu banyak manusia dibutuhkan untuk menjalankan mesin-mesin produksi. Kini mendadak semua tenaga itu digantikan mesin uap. Artinya, mendadak semua tenaga manusia tersebut jadi bebas, mereka bisa dipekerjakan di bidang lain. Perubahan-perubahan ini amat penting sebab perubahan ini berarti menghilangkan keistimewaan para bangsawan. Berkat mesin uap, produksi kini bisa berlangsung di mana saja. Berkat mesin uap, produksi besar-besaran bukan cuma monopoli para tuan tanah yang memiliki ladang/sawah berhektar-hektar. Kini orang-orang kaya yang memiliki mesin-mesin uap bisa memproduksi barang padahal tanah mereka tak seberapa dibanding tanahnya para bangsawan ini. Orang-orang biasa juga bisa memproduksi barang tanpa memiliki tanah pertanian. Dan orang-orang bisa jadi kaya tanpa gelar bangsawan.


Industri 2.0

Revolusi industri pertama memang penting dan mengubah banyak hal, namun yang tak banyak dipelajari adalah revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20. Saat itu, produksi memang sudah menggunakan mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh mesin uap, dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga listrik. Namun, proses produksi di pabrik masih jauh dari proses produksi di pabrik modern dalam hal transportasi. Di akhir 1800-an, mobil mulai diproduksi secara massal. Namun, di pabrik mobil, setiap mobil dirakit dari awal hingga akhir di titik yang sama. Semua komponen mobil harus dibawa ke si tukang-perakit. Seorang tukang-perakit memproses barang tersebut dari nol hingga produk jadi. Setiap mobil akan dirakit oleh seorang tukang yang “Generalis” yang memproses mobil tersebut dari awal hingga selesai, dari merakit ban, pintu, setir, lampu, dst., sampai lengkap. Proses produksi ini memiliki kelemahan besar yaitu perakitan dilakukan secara paralel. Artinya, untuk merakit banyak mobil, proses perakitan harus dilakukan oleh banyak tukang secara bersamaan. Ini membuat setiap tukang harus diajari banyak hal seperti memasang ban, memasang setir, memasang rem dll. Seandainya ada masalah dalam proses perakitan, mobil yang belum jadi harus “digeser” dan si tukang harus meminta mobil baru sehingga proses produksi mobil bisa berjalan terus. Butuh waktu untuk memindahkan mobil bermasalah ini dan butuh waktu mendapatkan mobil baru, dan proses perakitan harus mulai dari 0 lagi. Karena itu, proses perakitan mobil seperti ini akan memakan waktu sangat banyak. Ketika perusahaan mobil Ford di Amerika Serikat meluncurkan mobil murah pertama di dunia, bernama “Ford Model T”, mereka kebanjiran pesanan. Namun, demand yang tinggi tidak didukung dengan sumber daya yang tinggi pula hingga Ford akhirnya tidak bisa memenuhi keinginan pasar. Dibutuhkan waktu sekitar 12 jam 30 menit buat seorang tukang untuk merakit Ford Model T. Di tahun 1912, Ford cuma bisa memproduksi 68.773 mobil dalam setahun. Artinya, sistem “Satu perakit, satu mobil” tak bisa dipertahankan. Sistem produksi harus direvolusi. Tanda dimulainya revolusi industri 2.0 adalah dengan terciptanya “Lini Produksi” atau Assembly Line yang menggunakan “Ban Berjalan” atau conveyor belt di tahun 1913. Hasil dari penemuan terkait dengan roda berjalan untuk meningkatkan output barang yang diproduksi oleh pabrik. Selain itu, perubahan sistem pada pekerja juga dilakukan untuk mempercepat proses produksi. Yaitu dengan tidak ada lagi satu tukang yang menyelesaikan satu mobil dari awal hingga akhir. Para tukang yang tadinya mengerjakan banyak tugas diorganisir untuk menjadi spesialis dan cuma mengurus satu bagian saja, memasang ban misalnya. Produksi Ford Model T dipecah menjadi 45 pos, mobil-mobil tersebut kini dipindahkan ke setiap pos dengan conveyor belt, lalu dirakit secara serial. Misalnya, setelah dipasang ban dan lampunya, barulah dipasang mesinnya seperti gambar di bawah. Semua ini dilakukan biasanya dengan bantuan alat-alat yang menggunakan tenaga listrik, yang jauh lebih mudah dan murah daripada tenaga uap. Penggunaan tenaga listrik, ban berjalan, dan lini produksi ini menurunkan waktu produksi secara drastis, kini sebuah Ford Model T bisa dirakit cuma dalam 95 menit! Akibatnya, produksi Ford Model T melonjak, dari 68 ribuan mobil di tahun 1912, menjadi 170 ribuan mobil di tahun 1913, 200 ribuan mobil di tahun 1914, dan tumbuh terus sampai akhirnya menembus 1 juta mobil per-tahunnya di tahun 1922. Dan nyaris mencapai 2 juta mobil di puncak produksinya, di tahun 1925. Totalnya, hampir 15 juta Ford Model T diproduksi sejak 1908 sampai akhir masa produksinya di tahun 1927. Produksi mobil murah secara besar-besaran ini mengubah bukan cuma industri mobil Amerika, bukan cuma industri mobil dunia, tapi juga budaya seluruh dunia. Loh, kok bisa sejauh itu?

Begini, produksi mobil murah secara massal seperti itu berarti membuat mobil menjadi barang terjangkau. Sejak Model T diproduksi massal, bukan cuma orang kaya yang membeli dan menggunakan mobil, kelas menengah bisa membelinya, bahkan kelas miskin bisa menyicilnya atau meminjamnya. Mendadak, ratusan ribu, bahkan jutaan orang jadi punya mobil. Mendadak, transportasi dari rumah ke tempat kerja jadi jauh lebih mudah, tidak tergantung jarak, tidak tergantung jadwal transportasi umum. Ini menyebabkan munculnya daerah yang disebut “Suburb” atau “Pinggiran” yaitu perumahan yang muncul di pinggir kota, bukannya di pusat kota. Akibat punya mobil, jutaan orang ini butuh garasi, tempat parkir, bengkel ganti oli, bengkel ganti ban, tukang cuci mobil, dan 1001 hal lain yang tidak terpikir sebelumnya. Itu baru mobil, produksi menggunakan conveyor belt ini juga menurunkan waktu dan biaya produksi di banyak bidang lainnya. Artinya, bertambahnya waktu, menyebabkan berkurangnya kelangkaan waktu. Selain itu, conveyor belt juga digunakan untuk mengangkut barang tambang dari tambang ke kapal lalu dari kapal ke pabrik. Sekali lagi, menghemat waktu dan tenaga. Masih belum cukup, penggunaan conveyor belt dan lini produksi juga menghemat luas lahan yang diperlukan pabrik. Artinya, kelangkaan lahan perkotaan untuk produksi juga berhasil dikurangi.

 

Industri 3.0

Revolusi industri 3.0 ditandai dengan adanya mesin yang bergerak dan berpikir secara otomatis yaitu komputer dan robot. Karena hal inilah revolusi 3.0 memiliki nama lain yaitu Revolusi Digital. Pada bagian ini, peristiwa revolusi industri disebut perubahan karena lahirnya teknologi komputer menandakan cikal-bakal kemudahan kerja untuk manusia. Bisa dibilang, abad informasi dipicu oleh munculnya revolusi industri yang ke 3. Pada bagian ini, peristiwa revolusi industri disebut perubahan karena lahirnya teknologi komputer menandakan cikal-bakal kemudahan kerja untuk manusia. Salah satu komputer pertama yang dikembangkan di era Perang Dunia 2 sebagai mesin untuk memecahkan kode buatan Nazi Jerman, yaitu komputer yang bisa diprogram pertama yang bernama Colossus adalah mesin raksasa sebesar sebuah ruang tidur. Colossus adalah komputer yang tidak punya RAM dan tidak bisa menerima perintah dari manusia melalui keyboard, apalagi touchscreen, tapi melalui pita kertas. Komputer purba ini juga membutuhkan listrik luar biasa besar yaitu 8500 watt. Penemuan semikonduktor, disusul transistor, lalu integrated chip (IC) membuat ukuran komputer semakin kecil, listrik yang dibutuhkan semakin sedikit, sementara kemampuan berhitungnya terbang ke langit. Mengecilnya ukuran komputer menjadi penting, sebab kini komputer bisa dipasang di mesin-mesin yang mengoperasikan lini produksi. Proses ini disebut “Otomatisasi” semuanya jadi otomatis, tidak memerlukan manusia lagi. Artinya, sekali lagi terjadi penurunan kelangkaan sumber daya manusia, terbebasnya ribuan tenaga kerja untuk pekerjaan – pekerjaan lain. Seiring dengan kemajuan komputer, kemajuan mesin-mesin yang bisa dikendalikan komputer tersebut juga meningkat. Macam-macam mesin diciptakan dengan bentuk dan fungsi yang menyerupai bentuk dan fungsi manusia. Peristiwa revolusi industri 3.0 ini menempatkan komputer sebagai otak dari sebuah mesin, robot menjadi tangannya, pelan-pelan fungsi pekerja kasar dan pekerja manual menghilang. Namun, ini bukan berarti tugas manusia di produksi bisa digantikan sepenuhnya oleh robot. Pabrik-pabrik mobil semula berpikir revolusi industri 3.0 ini akan seperti 2.0, di mana produksi paralel diganti total oleh lini produksi, robot akan secara total diganti oleh manusia. Pabrik-pabrik mobil di tahun 1990an mencoba mengganti semua pegawai mereka dengan robot, hasilnya adalah produktivitas malah menurun. Elon Musk mencoba melakukannya lagi di tahun 2010an ini di pabrik mobil Tesla-nya. Kini, komputer menggantikan banyak manusia sebagai operator dan pengendali lini produksi, sama seperti operator telepon di perusahaan telepon diganti oleh relay sehingga kita tinggal menelpon nomor telepon untuk menghubungi teman kita. Akhirnya, semua orang menemukan fakta bahwa untuk produksi mobil, kombinasi manusia dan robot-komputer adalah yang terbaik. Munculnya robot dan komputer menjadi penolong manusia, bukannya penggantinya. Sekali lagi, peristiwa revolusi industri ini mengubah masyarakat. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat berubah dari mengandalkan sektor manufaktur, menjadi mengandalkan sektor jasa seperti bank, studio film, TI, dll. Mereka berubah dari ekonomi industri menjadi ekonomi informasi.

 

Industri 4.0

Revolusi ini adalah perpaduan kemajuan dalam kecerdasan buatan (AI), robotika, Internet of Things (IoT), pencetakan 3D, rekayasa genetika, komputasi kuantum, dan teknologi lainnya. Yang pertama dari peristiwa revolusi industri 4.0 yang paling terasa adalah internet. Semua komputer tersambung ke sebuah jaringan bersama. Komputer juga semakin kecil sehingga bisa menjadi sebesar kepalan tangan kita, makanya kita jadi punya smartphone. Bukan cuma kita tersambung ke jaringan raksasa, orang-orang di dunia jadinya selalu tersambung ke jaringan raksasa tersebut. Inilah bagian pertama dari revolusi industri keempat yaitu “Internet of Things”. Saat komputer-komputer yang ada di pabrik itu tersambung ke internet, saat setiap masalah yang ada di lini produksi bisa langsung diketahui saat itu juga oleh pemilik pabrik, di manapun si pemilik berada. Kedua, kemajuan teknologi juga menciptakan 1001 sensor baru, dan 1001 cara untuk memanfaatkan informasi yang didapat dari sensor-sensor tersebut yang merekam segalanya selama 24 jam sehari. Informasi ini bahkan menyangkut kinerja pegawai manusianya. Misalnya, kini perusahaan bisa melacak gerakan semua dan setiap pegawainya selama berada di dalam pabrik. Dari gerakan tersebut, bisa terlihat, misalnya, kalau pegawai-pegawai tersebut menghabiskan waktu terlalu banyak di satu bagian, sehingga bagian tersebut perlu diperbaiki. Masih ada 1001 informasi lainnya yang bisa didapat dari 1001 data yang berbeda, sehingga masih ada 1001-1001 cara meningkatkan produktivitas pabrik yang semula tak terpikirkan. Karena begitu banyaknya ragam maupun jumlah data baru ini, aspek ini sering disebut Big Data. Ketiga, berhubungan dengan yang pertama dan kedua, adalah Cloud Computing. Perhitungan-perhitungan rumit tetap memerlukan komputer canggih yang besar, tapi karena sudah terhubung dengan internet, karena ada banyak data yang bisa dikirim melalui internet, semua perhitungan tersebut bisa dilakukan di tempat lain, bukannya di pabrik. Jadi, sebuah perusahaan yang punya 5 pabrik di 5 negara berbeda tinggal membeli sebuah superkomputer untuk mengolah data yang diperlukan secara bersamaan untuk kelima pabriknya. Tidak perlu lagi membeli 5 superkomputer untuk melakukannya secara terpisah. Keempat, ini yang sebetulnya paling besar yaitu adanya Machine learning. Mesin ini adalah mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar dan bisa sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan sehingga melakukan koreksi yang tepat untuk memperbaiki hasil berikutnya. Ini bisa dilukiskan dengan cerita “AlphaZero AI”. Sebelum Machine Learning, sebuah komputer melakukan tugasnya dengan “Diperintahkan” atau “Diinstruksikan” oleh manusia. Untuk lebih detilnya, elo bisa baca artikel mengenai Artificial Intelligence. Mengkombinasikan keempat hal ini artinya perhitungan yang rumit, luar biasa, dan tidak terpikirkan tentang hal apapun bisa dilakukan oleh superkomputer dengan kemampuan di luar batas kemampuan manusia. Kenyataannya tentu saja saat ini belum sekeren itu. Point keempat, yaitu AI dan Machine Learning, masih amat terbatas untuk tugas-tugas tertentu. Bukan cuma Indonesia, negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat saja masih terus menerus memperdebatkan konsekuensi dari revolusi industri keempat ini, sebab revolusi ini masih berlangsung, atau bahkan baru dimulai. Tantangannya masih banyak, misalnya koneksi internet yang belum universal dan masih adanya beberapa daerah yang tidak memiliki koneksi internet, bahkan di Amerika Serikat yang terkenal sebagai negara adidaya sekalipun. Selain itu, koneksi internet berarti munculnya celah keamanan baru. Perusahaan saingan pasti berusaha mengintip kinerja dan rancangan produksi lewat celah keamanan komputer pengendali produksi yang kini bisa diakses dari internet.

Revolusi Industri


Manfaat  Industri 4.0

Industri 4.0 tentunya diharapkan untuk dapat mengoptimalkan produksi karena memberikan keuntungan bagi perusahaan dan lebih efisien waktu. Hal ini tentunya sangat berpengaruh bagi industri yang mengandalkan peralatan-peralatan manufaktur yang mahal. Ada beberapa manfaat terjadinya revolusi industri 4.0, yaitu:

  • Memiliki potensi untuk memberdayakan individu serta masyarakat, menciptakan peluang baru bagi sosial, ekonomi, dan pengembangan diri.
  • Minim resiko human error karena komputer memiliki kontrol penuh sehingga hasil pekerjaan cenderung konsisten.
  • Meningkatnya efisiensi produktivitas pada proses produksi sehingga Anda dapat memproduksi barang dengan volume yang lebih banyak dan mengandalkan sumber daya yang lebih sedikit.
  • Data yang terhubung ke cloud computing terjamin keamanannya.
  • Sistem yang digunakan lebih canggih dan dikontrol serta dikendalikan secara real time.
  • Meningkatkan visibilitas terhadap status ketersediaan barang serta proses pengiriman.
  • Memangkas biaya untuk meng-handle rantai pasokan.